Gubernur – Gunung Kuda di Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah Gubernur Dedi Mulyadi secara terbuka meminta para pengelola tambang di kawasan tersebut untuk bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi. Dalam sebuah pernyataan yang tegas dan blak-blakan, Gubernur Dedi menyampaikan kekecewaannya terhadap praktik penambangan yang dinilai merusak alam dan tidak memberikan manfaat yang sepadan kepada masyarakat sekitar.

Latar Belakang Tambang Gunung Kuda
Gunung Kuda, yang terletak di perbatasan Kabupaten Subang dan Purwakarta, selama bertahun-tahun menjadi lokasi penambangan batu andesit dan bahan galian lainnya. Aktivitas penambangan ini telah berlangsung sejak awal tahun 2000-an, dan sejak itu dampaknya mulai terasa secara signifikan, baik terhadap lingkungan maupun kehidupan sosial masyarakat sekitar.
Aktivitas Tambang yang Tidak Terkontrol
Selama beberapa tahun terakhir, aktivitas tambang di Gunung Kuda dinilai semakin masif dan tidak terkendali. Beberapa laporan dari LSM lingkungan dan masyarakat menyebutkan bahwa para pengelola tambang kerap mengabaikan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan, seperti reklamasi lahan dan pengelolaan limbah tambang. Lubang bekas tambang dibiarkan terbuka, air tanah tercemar, dan debu tambang menurunkan kualitas udara.
Masyarakat Sekitar Menjadi Korban
Tidak hanya lingkungan, masyarakat sekitar Gunung Kuda juga turut merasakan dampak negatif dari eksploitasi tersebut. Petani mengeluhkan turunnya hasil panen akibat kualitas air irigasi yang menurun. Banyak warga juga mengalami gangguan pernapasan karena debu tambang yang terbawa angin. Sementara itu, kontribusi nyata dari pengelola tambang terhadap pembangunan desa dinilai sangat minim.

Pernyataan Tegas Dedi Mulyadi
Dalam kunjungannya ke lokasi tambang baru-baru ini, Gubernur Dedi Mulyadi menyampaikan pernyataan terbuka yang menggegerkan publik. Ia dengan lantang meminta para pengelola tambang untuk bertanggung jawab atas semua kerusakan yang telah ditimbulkan.
“Ini Bukan Tanah Kosong, Ini Tanah Rakyat”
Salah satu pernyataan yang paling disorot dari Gubernur Dedi adalah saat ia menyatakan, “Ini bukan tanah kosong yang bisa kalian hancurkan seenaknya. Ini tanah rakyat. Kalau sudah rusak begini, siapa yang harus menanggung beban? Masyarakat kecil.”
Pernyataan tersebut menjadi viral di media sosial, dengan banyak warga yang memberikan dukungan penuh atas sikap Dedi yang dianggap membela rakyat kecil.
Tuntutan Dedi Terhadap Pengelola Tambang
Gubernur Dedi memberikan beberapa tuntutan kepada para pengelola tambang Gunung Kuda:
- Reklamasi Lahan Tambang
Semua lahan bekas tambang harus dikembalikan ke kondisi semula atau dijadikan ruang hijau produktif. - Kompensasi Kepada Warga Terdampak
Warga yang terkena dampak langsung seperti kehilangan sumber air bersih atau lahan pertanian harus diberi kompensasi secara adil. - Audit Lingkungan dan Izin Operasi
Pemerintah provinsi akan melakukan audit menyeluruh terhadap izin-izin tambang yang beroperasi di kawasan Gunung Kuda. Izin yang melanggar prosedur akan dicabut. - Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan
Dedi mendorong pembentukan tim pengawasan yang melibatkan warga lokal, LSM, dan akademisi untuk memastikan tambang tidak lagi merusak lingkungan.

Respons Pengelola Tambang
Menanggapi pernyataan Gubernur, sejumlah pengelola tambang menyatakan akan meninjau ulang praktik operasional mereka. Namun, sebagian lainnya justru mengklaim bahwa mereka telah menjalankan tanggung jawab sesuai regulasi yang berlaku.
Pernyataan Asosiasi Pengusaha Tambang
Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang Daerah (APTAD) Jawa Barat menyebut bahwa pernyataan Gubernur Dedi harus dijadikan momentum introspeksi bagi seluruh pengusaha tambang. “Kami tidak anti terhadap kritik. Namun, perlu juga ada kejelasan regulasi agar tidak terjadi salah tafsir di lapangan,” ujarnya.
Reaksi Masyarakat dan Aktivis
Sementara itu, masyarakat dan para aktivis lingkungan menyambut baik langkah Dedi Mulyadi. Beberapa organisasi seperti WALHI dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebut bahwa ini adalah momen penting untuk mendorong tambang-tambang yang lebih berkelanjutan dan berpihak pada ekosistem serta rakyat.
Akar Masalah Penambangan Gunung Kuda
Lemahnya Pengawasan
Salah satu akar masalah utama dari kerusakan lingkungan di Gunung Kuda adalah lemahnya pengawasan dari instansi terkait. Banyak tambang yang beroperasi dengan izin yang tidak lengkap, atau bahkan tanpa izin sama sekali. Prosedur AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) seringkali diabaikan atau dimanipulasi.
Kepentingan Ekonomi Jangka Pendek
Kebutuhan akan material konstruksi untuk pembangunan seringkali menjadi pembenaran untuk membiarkan tambang terus berjalan. Namun, keuntungan jangka pendek ini dibayar mahal dengan kerusakan alam yang bisa berlangsung ratusan tahun.
Tidak Adanya Transparansi
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan hasil tambang juga menjadi persoalan. Masyarakat tidak pernah tahu berapa banyak hasil tambang yang diambil, dan berapa yang dikembalikan untuk pembangunan desa. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan yang mendalam antara warga dan pengusaha tambang.
Harapan untuk Perubahan
Regulasi yang Lebih Ketat
Dengan pernyataan keras dari Gubernur Dedi Mulyadi, diharapkan pemerintah pusat dan daerah dapat menyusun regulasi yang lebih ketat, serta menindak tegas pelanggaran yang terjadi. Bukan hanya sekadar menegur, tetapi benar-benar mencabut izin dan menindak hukum jika terbukti merusak lingkungan.
Tambang Berkelanjutan sebagai Solusi
Tambang berkelanjutan, yang mengedepankan prinsip konservasi, kesejahteraan masyarakat, dan akuntabilitas sosial, bisa menjadi jalan tengah antara kepentingan ekonomi dan pelestarian alam. Ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, akademisi, dan warga lokal.
Peran Penting Masyarakat
Peran serta masyarakat sangat penting dalam mengawasi dan melaporkan praktik-praktik tambang yang merugikan. Dengan adanya akses informasi yang terbuka dan partisipasi publik yang aktif, praktik tambang ilegal bisa ditekan secara signifikan.
Penutup
Gubernur Dedi Mulyadi telah mengambil langkah berani dan bersejarah dalam menghadapi persoalan tambang di Gunung Kuda. Sikap blak-blakannya menjadi simbol harapan baru bagi masyarakat yang telah lama menanti keadilan dan kepedulian dari pemimpin mereka.
Kini, bola ada di tangan para pengelola tambang dan pemerintah daerah. Apakah mereka akan benar-benar bertanggung jawab dan mengubah cara mereka beroperasi? Atau apakah pernyataan Dedi hanya akan menjadi angin lalu di tengah kepentingan bisnis yang kuat?
Satu hal yang pasti: alam tidak bisa menunggu terlalu lama untuk diselamatkan.